Di bawah lengkung langit malam, tak akan kubiarkan mimpi ini karam dan menyerah pada pandanganku yang kini mulai buram. Hanya lampu temaram yang kini menemani jemariku yang masih ingin terus menari.
“Bahasa itu pola pikir, kemudian
pola pikir ditindak lanjuti menjadi pola tindak.”
Satu kalimat dari seorang pemateri siang tadi yang terus terngiang hingga malam
menyibakan jubahnya.
Seperti halnya jika ada sebuah teko
yang berisi kopi, ketika dituangkan ke cangkir maka ia akan terisi kopi. Jika
di dalam teko itu susu, maka yang keluar adalah susu. Begitu juga jika di dalam
teko itu berisi air comberan, maka jika dituangkan yang keluar dari teko itu
adalah comberan. Satu hal yang tidak mungkin jika teko itu berisi air comberan
ketika dituangkan yang keluar adalah susu.
Ternyata begitu mudah jika
kita ingin mengetahui seseorang dengan segala apa yang ada di dalam pikirannya,
maka lihatlah apa yang keluar dari mulutnya, lihatlah dari perilakunya,
lihatlah dari sikapnya, atau bisa juga lihat dari apa yang ditulisnya.
Ah, dua hari ini isi kepalaku
benar-benar segar, pelatihan penyegaran berbahasa Indonesia untuk penyiar
selama empat hari di hotel Mirah bersama Kemendikbud banyak membuka wawasan
baru. Rabb, jagalah kami dari segala
laku, dari segala tutur yang terucap, dari segala sikap yang tersirat. Hanya
pada-Mu kami mohon penjagaan-Nya.
Teringat nasihat seorang guru. Tidak
perlu kaya, asal cukup saja. Tidak penting jadi orang kaya, yang penting bila
perlu cukup. Perlu untuk makan, cukup. Perlu untuk biaya sekolah, cukup. Perlu
untuk ongkos atau beli kendaraan, cukup. Perlu untuk lunasi rumah, cukup. Perlu
untuk berhaji, cukup. Perlu untuk senantiasa sedekah, wakaf, amal jariyah, semuanya
cukup.
Jadi
apa perlunya dengan kata ‘kaya’, bila semua beres dengan kata ‘cukup’. Juga tidak
perlu serba banyak, yang penting cukup. Apa artinya sepatu banyak bila tidak
ada yang cukup, tidak perlu banyak tidur yang penting cukup tidur, tidak perlu
banyak makan, yang penting cukup makan, dan hidup senantiasa dicukupi oleh Allah
Swt. syarat utamanya tawakkal adalah keyakinan yang mantap, bulat utuh terhadap
semua janji dan jaminan-Nya, sehingga tak ada di hati bersandar, berharap, bergantung
kepada siapapun selain hanya kepada-Nya.
“Barangsiapa bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan dicukupi.” (Q.S. ath-Thalaq: 3).
Dan
ciri ahli tawakkal adalah hati senantiasa tulus, ibadahnya sangat bagus,
hidupnya selalu lurus, ikhtiarnya serius serta tobat terus menerus.
Sangat
erat sekali ungkapan itu dengan data yang telah dua tahun ini tersimpan rapi
dalam batok kepalaku, guru sehatku selalu menanamkan kalimat, “Pikiran adalah sebab dan kejadian adalah
akibatnya. Karena itu, hati-hati dengan apa yang kamu pikirkan.”
Saat syukur yang tak henti terucap,
terbersit sejenak pikiran kenapa aku bisa berada di tempat ini dengan segala
fasilitas super mewah yang aku nikmati dengan gratis, adalah silaturahmi salah
satunya. Berteman dengan berbagai macam kalangan memang tidak pernah ada
ruginya, mau ia preman pasar, tukang becak, supir angkot, penjaja koran, atau
bahkan sampai pejabat dan pekerja kantoran.
Seperti
hari ini kawan, siapa sangka seorang sahabat yang mengundangku adalah ia yang
aku baru kenal sacara singkat di pulau dewata dahulu, ia berprofesi sebagai penyiar menghubungiku untuk ikut
pelatihan empat hari ini. Mungkin ini efek mirroring
dari salah satu teori ilmu komunikasi dalam meraih simpati orang yang baru kita kenal digabungkan dengan Instan persuation yang coba ku praktikkan. Terlepas
dari itu semua, tidak dapat dipungkiri bahwa aku makin cinta dengan ilmu
komunikasi yang Engkau titipkan ya Rabb.
***
Tidak
terasa waktu bergulir dengan congkaknya kasih, tinggal beberapa hari lagi kita meretas rindu. Kerinduan yang terkadang ia menjelma
bersama bayang-bayangmu. Rindu terkadang membuat kita bertingkah
lucu tanpa kita sadari. Kita jadi tersenyum sendiri, melamun sendiri, atau
mungkin tertawa sendiri dalam keheningan. Hal itu wajar karena rindu bisa
membuat kita larut seperti berbicara lebih dalam dengan diri kita sendiri.
Namun hati-hati jangan sampai gila karena rindu. Hehehe..
Rindu itu seperti bumi menanti hujan
Seperti malam menanti datangnya pagi
Seperti langit yang ingin diterangi bintang
Seperti gelap yang harapkan cahaya.
Rindu itu seperti bunga yang menanti lebah
Seperti bunga yang mengharap sinar matahari
Bunga yang ingin disirami air
Bunga yang menanti angin meniupkankan wanginya
Rindu itu seperti lagu yang butuh syairnya
Seperti lagu yang ingin dibuatkan liriknya
Seperti lagu yang tak asik bila tanpa musik
Dan seperti lagu yang ingin segera diyanyikan
Rindu adalah keterikatan hati
Rindu adalah rasa yang tak tersampaikan
Rindu adalah cinta yang ingin hidup
Rindu adalah rasa yang tak tersampaikan
Rindu adalah cinta yang ingin hidup
Karena hidup itu adalah cinta.
0 comments:
Post a Comment