“A hero is an ordinary individual who finds the
strength to persevere and endure in spite of overwhelming obstacles” (Christoper Reeve: Heroes, 2011)
Dari penyataan di atas dapat
kita ambil pelajaran bahwa para pahlawan itu sebenarnya juga bisa muncul dari
orang-orang biasa bahkan tidak kita kenal. perbuatan mereka untuk sesama telah
menembus batas ketidakmampuannya. Hal inilah yang menjadikan mereka seperto
Oase di tengah gurun. Kehadiran mereka memberi sedikit harapan bahwa di tengah
lilitan berbagai masalah yang dihadapi negeri ini masih ada orang-orang baik
yang peduli pada sekitarnya. Mereka yang kemudian menjelma menjadi oase. Karena,
kepahlawanan itu sebenarnya lahir dari sebuah ketulusan hati dan tanpa pamrih.
Bidan Siti Sumiyati namanya, seorang
wanita mulia penakluk Kepulauan Seribu. Mungkin kita pernah mendengar pada
tahun 2008 Pulau Panggang dan pulau-pulau di sekitarnya menjadi bahan
pembicaraan dunia internasional, maka Bidan Siti Sumiyatilah ’tersangka’
utamanya. Sosok Kartini dari pesisir Kepulauan Seribu ini selalu hadir dan
melayani masyarakat yang membutuhkan pertolongannya tanpa pandang bulu. Kehadirannya
sungguh memberi dampak positif bagi orang-orang yang ada disekitarnya, 38 tahun
mengabdikan waktunya tanpa pamrih. Memang Siti Sumiati adalah bidan jempolan
andalan warga. Rasa tanggung jawab yang ia miliki membuatnya tidak pernah bisa
sehari saja meninggalkan tugas mulia yang ia emban itu. Bayangkan, sehari saja
tidak masuk, dipastikan besoknya antrean akan menumpuk.
Walau usia tidak bisa dibohongi
namun, semua akan tercengang melihat ia yang selalu cekatan dan penuh tanggung
jawab. Medan yang sulit pun bukan menjadi hadangan bagi bidan Sumiyati untuk
memenuhi panggilan nuraninya, walau ia harus berjibaku dengan ombak yang besar
ia akan menjadi sebuah karang yang tegar. Hanya dengan motor butut seadanya, ia
harus melayani warga yang tinggal di berbagai pulau Kepulauan Seribu. Di masa
mudanya dulu, ia dengan gagah berani mengarungi laut utara Jakarta dan melayani
para ibu hamil yang akan melahirkan.
Akhirnya, sebuah keihlasan dan keteguhannya
seolah tebayar sudah, ternyata keberanian Bidan Sumiyati tercium oleh dunia
internasional. Tidak tanggung-tanggung, organisasi sekelas WHO (Badan PBB yang
mengurusi masalah kesehatan) menghadiahinya sebutan ‘Penyelamat Ibu
Melahirkan’. Penghargaan yang diberikan pada Juni 2008 itu membuatnya semakin
teguh untuk mengabdi kepada rakyat Kepulauan Seribu, walau sebenarnya ia sudah
memasuki usia pensiun. Angka kematian ibu melahirkan yang turun hingga di titik
nol persen juga membuat pemerintah Kuba tidak punya alasan untuk tidak
memberikannya penghargaan. Inilah bukti bahwa walaupun di tengah keterbatasan,
asalkan serius dan penuh ketulusan, kemajuan pun dapat diraih. Kini senyum
Bidan Sumiyati dapat terkembang. Di Kepulauan Seribu, sekarang sudah terdapat
minimal satu tenaga kesehatan untuk setiap pulau. Moda transportasi pun tidak
sesulit ketika dirinya berjuang dulu.
Beberapa kali Ibu Sum juga
diundang untuk berbagi pengalaman dengan bidan-bidan muda. Ia selalu menekankan
bahwa menjadi tenaga kesehatan itu adalah panggilan kemanusiaan, bukan untuk
mencari material semata
Silakan kunjungi
www.blogfpkr.wordpress.com;
0 comments:
Post a Comment