.quickedit{ display:none; } }
RSS

"Setitik Rindu" Gunung Papandayan 2655 Mdpl



Kini aku sendiri, menjadi sebongkah batu yang terkikis oleh titik-titik air yang jatuh dari dahan yang ikut menjadi sedih lantaran sang mentari tak kunjung datang. Namun rinduku takkan ikut mengering seperti hutan mati itu. Disini aku kan selalu setia mendoakanmu, dimalam yang sunyi bersama rintik-rintik hujan. Untukmu, yang kini singgah di hatiku walau hanya tinggal serpihan. Untukmu, kekasih yang kurindukan.

Entah apa yang harus aku katakan kasih, bayangmu selalu hadir dalam kibasan cahaya rembulan. Dalam udara dinginnya malam, aroma Edelweis masih tersaji saat aku datang dan kau membukakan pintu hatimu untukku. Senyummu memberi kedamaian hakiki yang mengalir bersama sajak dan melodi binatang malam di pondok Saladah. Lelah dipundakku sejenak menghilang. Dalam gelap kita berdua, sungguh saat itu aku tidak pernah merasa khawatir tertatih mencari cahaya. Karena, seluruh terang kini terpancar jelas dalam dirimu kasih.

Malam itu hanya ada kau dan aku kasih. Sisanya kini adalah jarak yang membuat rinduku padamu beranak-pinak. Besarnya cintaku padamu membuat sahara menjadi hamparan taman bunga. Sayangku padamu menggubah melodi benci ini menjadi rindu tak terperi. Duhai kau yang kini jauh disana, hadirlah sejenak bersama tetesan tintaku yang tertuang lesu pada secarik kertas rindu. Penantianku tak akan pernah kering bersama sang pena yang selalu basah dan tak kunjung kehabisan tinta untuk menuliskan kisah kita. 

Dalam genggaman hujan malam ini kusampaikan kerinduanku padamu. Mendongaklah ke atas kasih, dan tataplah langit malam ini, pasti kau akan tahu sebanyak bulir-bulir kenangan yang berhamburan, sebanyak itulah rinduku padamu yang kini terperangkap dalam relung seorang hamba sahaya yang tak dapat berbuat apa-apa. Aku hanya dapat menjadi seikhlas karang yang diterpa ombak, namun tidak setegar dirimu. 

Aku tahu, perpisahan ini bukan kita yang mau. Namun, ku mohon hadirlah kembali sejenak. Bersama kita enyahkan lara, berdamai bersama sang hari atas nama cinta yang pernah ada. Duduklah di sampingku seperti hari itu, sambil menyimpul senyum manis dari wajah cantikmu. 

Aku yakin suatu saat nanti kau akan tahu betapa besarnya cintaku padamu. Seperti halnya roda yang berputar, dari cinta menjadi rindu, dari temu menjadi semu, aku tahu cintamu kini abu-abu. Entah kapan ia akan menjadi biru, tapi aku akan bersabar untuk tetap menunggu.

                                     
                          30 Maret 2014, Gunung Papandayan


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment